Senin, 11 November 2013

DALAM KUBANGAN DOSA (flash true story)



        Hidup ini terlalu indah untuk di lewatkan. Itu semboyan masa remajaku, oleh karena itu aku tak pernah menyia-nyiakannya. Hingga tak ku sadari aku terlalu jauh mengumbar kesenanganku sampai aku lupa daratan dan tak peduli batas-batas moral kemanusiaan.

Tepat jam 00.00 aku pulang.

“Ra...dari mana saja kamu, jam segini baru pulang?”tanya ibu penuh khawatir.

“Kelompok bu dirumah teman!!”jawabku acuh, tanpa memperdulikan perasaan ibuk aku menghamburkan diri kekamar.

Masih ku nikmati saat-saat bersama mas rey tadi, aku di ajak ke vila untuk merayakan pesta ulang tahunnya. Aku dan mas rey memang sudah seperti suami istri, tak jarang kami melakukan hal di luar batas layaknya suami istri dan orang tua ku tidak tahu akan hal ini. Meski aku baru kelas 3 SMA tapi aku sudah berani melakukannya karena aku memang sangat mencintai mas rey, semua rela aku berikan bahkan harga diri sekalipun. Mas rey berjanji akan menikahiku, karena memang dia laki-laki yang sudah mapan dan bekerja itu yang membuatku yakin bahwa nantinya dia mampu menghidupiku.

“Tok..tok..”ra..kamu udah  sholat??”terdengar suara lirih ibu dari balik pintu.

“Iya bu, ini mau sholat”ah... ternyata sudah subuh, semalam aku membayangkan mas rey sampai ketiduran.

       Sesaat akan bangun kepala ku terasa sangat berat, mataku berkunang-kunang dan rasa mual ini kian menjalar ke tenggorokan. Aku berlari ke kamar mandi dan ku tumpahkn semua disana, aku mulai lemas dan ku rasakan tangan ibu meraih tubuhku.

“Kamu kenapa sih ra...mungkin masuk angin??apa kita bawa ke dokter saja??”
 
“Gak usah bu, dikasih minyak saja pasti sembuh. Buat kan teh panas ya bu?”

Ibu begegas kebelakang membuatkan teh panas dan aku berselimut dikamar, ternyata di saat begini aku masih butuh ibuk. Teringat saat aku sering membentaknya karena beliau yang sering melarang-larang berbagai kesenangan dan pergaulanku.

 
                                                                                           ----------00---------- 


Bulan ketiga!!!

“Masak aku gak haid lagi?”fikiranku langsung berputar dan teringat semua yang telah ku lakukan bersama mas rey.

 “Jangan...jangan....???"

“Mas pokok harus bertanggung jawab!!”aku menangis sejadi-jadinya tapi mas rey tetap tak menghiraukanku.
 
“Aku tidak percaya mungkin ada orang lain, aku kan selalu pakai pengaman!!”

“Plaakk..!!”aku berhubungan hanya denganmu mas.

“terserah, gugurkan janin itu aku tak mau tahu ini ada uang cepat gugurkn dia”tanpa menolehku mas rey beranjak pergi.

         Aku menangis sejadiku, tak mungkin aku membunuh bayi yang tak berdosa ini tapi jika ia terlahir siapa yang akan menjadi ayahnya??Alloh...andai ku dapat mengulang semua, tak ingin aku mengenal laki-laki bejat itu. Masih adakah pintu taubat untukku ya alloh sungguh aku manusia hina dalam kubangan dosa.

Kamis, 07 November 2013

ES CAMPUR BERCENDOL CINTA



Ayo... ikut nggak, buruan keburu habis nanti?” teriak Rafa dari jendela kelasku. Meski sedikit aneh aku hanya menganggukkan ajakannya. Sambil sedikit buru-buru menata buku karena kuliah telah usai hatiku tetap penasaran. Memang sejak berangkat tadi Rafa sudah ngotot ingin membeli es campur yang ada di pojok kampus, entah kena pelet siapa dia bersikukuh banget pengin beli es disitu katanya penjualnya aduhai.. dan masih muda. Sampai di tempat aku pun sedikit kaget kok ya ada penjual es yang beli ampe baris berbaris begitu? sejak kapan ada penjual es sampai selaris itu, apa lagi di musim hujan begini. 
 
“Haduh...rame banget Fa, males aku kalo suruh ngantri?mending ke kantin aja yuk!” rengekku yang memang sedikit malas dengan ajakan Rafa. 

“Enggak, pokok aku mau beli disini dulu!!sayangkan udah antrian kelima malah ditinggal?” Rafa bersikukuh.

Akhirnya aku turuti saja permintaan konyol ini, toh..mata kuliah kedua bebas soalnya pak dosen lagi gak ada. Setelah hampir setengah jam menunggu, akhirnya diladeni juga sama si abangnya.
“Es nya berapa mbk?” tanya si abang. “Dua mas, yang satu jangan banyak-banyak es nya?” jawabku, ku lihat Rafa tersenyum sambil tersipu-sipu seperti kebanyakan cewek-cewek yang membeli es disini.
 “Ih...kamu kenapa sih, genit deh?” sergahku. 

“Hih...kamu gak lihat ya tadi mas nya natap aku sama senyum, coba kamu lihat deh tampan banget kan. Uh, andai dia jadi pacarku?” Rafa cekikikan sendiri. 

“Eh,  GR banget??”balasku.

Meski tak pernah ku tanggapi kata-kata Rafa tapi diam-diam aku pun mulai memperhatikan abang penjual es itu. Dia memang tampan, hidungnya mancung, berperawakan tinggi dan bibirnya yang mungil merah tampak sangat serasi dengan kulitnya yang putih. Aku ragu laki-laki seperti dia tak sepantasnya berjualan es campur di pinggir jalan. Hari demi hari Rafa terus mengajakku ke sini, yang menurutku makin hari memang makin special. 

Ya, bagaimana tidak jika satu hari tak kesini rasanya kangen sama yang jualan, namun hal ini aku sembunyikan dari Rafa takut dia patah hati. 
“Mas es campur 2, seperti biasa ya?”dia hanya mengangguk sambil tersenyum dan senyum maut itulah yang ku tunggu-tunggu setiap hari yang membuat hatiku kian dag..dig..dug.

 “Silahkan es nya!!” sapa mas yang menjual. Namun dari arah yang berbeda seperti terasa diraba seseorang menyelipkan kertas ditanganku.

“Temui aku malam ini di taman ku tunggu jam 7”. Aku sangat kaget ternyata surat kecil ini dari abang penjual es.

Ku tepati janjiku malam itu, aku bertemu dengannya di taman.
 
“Aku tau kadang diam-diam kau memandangku, mungkin kau belum mengenalku tapi yang pasti ayahmu telah menjodohkan kita” ditengah perbincangan kami tiba-tiba dia berceletuk begitu. Aku sangat kaget namun sebelum aku sempat bertanya dia melanjutkan kata-katanya. “Jangan heran mira, aku berjualan es dikampus mu karena memang ingin melihatmu dan mengawasimu dari jauh, aku baru lulus dari universitas kedokteran dan tentunya kau telah mengenal baik ayahku. Pak ridwan bukankah dia dekan fakultasmu?” aku tak menjawabnya hanya mampu ku teteskan airmata. 

Ku peluk erat tubuh calon suamiku, mas Dodi mungkin inilah yang di ceritakan almarhum ayah. Aku akan menemui  jodohku nanti disini di kampus ini, dan pak ridwan adalah orang terbaik yang pernah ku temui karena beliau sahabat ayah dulu dan telah ku anggap seperti ayahku sendiri.