FTS ini pernah di bukukan bersama karya teman-teman lain dalam buku "AYAH, IBU, MAAFKAN AKU" bersama AEP.
“Aku tak mau, barang ini nyawaku Ma!” bentakku seraya merampas sebungkus kecil ekstasi dari tangan Mama.
Tak kupedulikan tangisnya. Aku rela lakukan apapun demi barang haram ini, bahkan jika harus meninggalkan keluargaku, aku tak peduli. Mungkin karena rasa candu ini yang sudah membutakan fikiranku.
“Aku tak mau, barang ini nyawaku Ma!” bentakku seraya merampas sebungkus kecil ekstasi dari tangan Mama.
Tak kupedulikan tangisnya. Aku rela lakukan apapun demi barang haram ini, bahkan jika harus meninggalkan keluargaku, aku tak peduli. Mungkin karena rasa candu ini yang sudah membutakan fikiranku.
“Jangan
tinggalkan Mama Duta..!” isak Mama sambil terus memegang kakiku.
Tapi tamparan Ayah terlanjur membakar hatiku, aku pun beranjak pergi. Tak kudengar lagi teriakan Mama memanggilku, yang kulihat Ayah masih berkacak pinggang dan dengan
amarahnya memakiku.
“Pergi kau
anak setan, pergilah bersama teman-teman brandalmu itu! jangan pernah lagi
injakkan kakimu di sini.” murka Ayah.
“Permisi...” tok..tok..tok!!”
kuketuk rumah sahabatku, dan kudengar bunyi riuh di dalam rumah. Pintu terbuka.
“Eh, loe Dut...
ayo sini-sini pas banget kita mumpung lagi pesta.” sesosok laki-laki berambut ikal muncul dari balik pintu, ya dia Hendra sahabatku.
Ia langsung mengajakku masuk dan segera aku berhambur dalam pesta narkoba itu. Kutumpahkan sedihku di sini pertengkaran dengan Orangtua sudah kulupakan
sekarang yang ada hanya senang.
Hampir 4
bulan aku "minggat". Uang yang aku bawa
mulai habis, tak ada lagi yang bisa kujual. Mau pinjam Hendra? ah, tak enak. Hingga
suatu malam aku sakau...
“Hen, aku
minta barangmu sedikit ya? nanti aku ganti kalau udah ada duit?" rintihku.
Tubuhku terasa sangat dingin dan kaku, semua sarafku seakan tegang dan ingin segera menghisap barang haram itu lagi agar kembali normal.
Tubuhku terasa sangat dingin dan kaku, semua sarafku seakan tegang dan ingin segera menghisap barang haram itu lagi agar kembali normal.
“Maaf Duta... Aku mendapat barang ini juga
tidak gratis, kamu tau sendirikan harganya? ”
“Tapi Hen... Aku butuh banget, gimana kalau aku mati?."
“Maaf teman,
meski kita sahabat tapi tidak kalau untuk urusan begini. Aku harus pergi
sekarang!” suara klakson mobil memanggil Hendra dan sesosok wanita keluar dari dalam mobil.
“Lia......”
Dengan tertatih kudekati mereka berdua.
Hatiku hancur seketika itu pacarku kini telah dimiliki sahabatku, kejam! tapi entahlah aku tak peduli karena saat ini aku hanya butuh sabu-sabu untuk menyembuhkan kejang sarafku.
Hatiku hancur seketika itu pacarku kini telah dimiliki sahabatku, kejam! tapi entahlah aku tak peduli karena saat ini aku hanya butuh sabu-sabu untuk menyembuhkan kejang sarafku.
“Lia... Tolong
aku, beri aku barang aku sakau Li...”
“Maaf Duta
aku tak bisa, malam ini aku akan ke luar kota bersama Hendra!”
“Tat... tapi Lia... bukankah kau menyayangiku, aku sekarat Lia.”
“Maaf...!!” Lia
berlalu bersama Hendra dan melaju dengan mobilnya.
Aku terjatuh mengejar mereka. Ditengah guyuran hujan aku sekarat di tengah jalan, tiada yang menolongku bahkan sahabat serta orang yang aku cintai sekalipun. Masih dalam setengah sadar atau mungkin ini di ambang kematian seperti ku lihat wajah Mama.
Aku terjatuh mengejar mereka. Ditengah guyuran hujan aku sekarat di tengah jalan, tiada yang menolongku bahkan sahabat serta orang yang aku cintai sekalipun. Masih dalam setengah sadar atau mungkin ini di ambang kematian seperti ku lihat wajah Mama.
“Andai waktu
itu bisa kuulang aku ingin menuruti nasehatmu Ma... izinkan aku pulang untuk
bersimpuh memohon maaf padamu, sebelum ajal ini merengut nyawaku. Ternyata orang yang paling menyayangi aku di dunia ini
hanya keluarga izinkan aku pulang Ma...!!”.