Ayo... ikut nggak, buruan keburu habis nanti?” teriak Rafa dari jendela kelasku. Meski sedikit aneh aku hanya menganggukkan ajakannya.
Sambil sedikit buru-buru menata buku karena kuliah telah usai hatiku tetap
penasaran. Memang sejak berangkat tadi Rafa sudah ngotot ingin membeli es campur
yang ada di pojok kampus, entah kena pelet siapa dia bersikukuh banget pengin
beli es disitu katanya penjualnya aduhai.. dan masih muda. Sampai di
tempat aku pun sedikit kaget kok ya ada penjual es yang beli ampe baris
berbaris begitu? sejak kapan ada penjual es sampai selaris itu, apa lagi di
musim hujan begini.
“Haduh...rame banget Fa, males aku kalo suruh ngantri?mending ke kantin aja yuk!” rengekku yang memang sedikit malas dengan ajakan Rafa.
“Enggak, pokok aku mau beli disini dulu!!sayangkan udah antrian kelima malah ditinggal?” Rafa bersikukuh.
Akhirnya aku turuti saja permintaan konyol ini,
toh..mata kuliah kedua bebas soalnya pak dosen lagi gak ada. Setelah hampir
setengah jam menunggu, akhirnya diladeni juga sama si abangnya.
“Es nya
berapa mbk?” tanya si abang. “Dua mas, yang satu jangan banyak-banyak es nya?”
jawabku, ku lihat Rafa tersenyum sambil tersipu-sipu seperti kebanyakan
cewek-cewek yang membeli es disini.
“Ih...kamu kenapa sih, genit deh?” sergahku.
“Hih...kamu gak lihat ya tadi mas nya natap aku sama senyum, coba kamu lihat
deh tampan banget kan. Uh, andai dia jadi pacarku?” Rafa cekikikan sendiri.
“Eh, GR banget??”balasku.
Meski tak pernah ku tanggapi kata-kata Rafa tapi diam-diam
aku pun mulai memperhatikan abang penjual es itu. Dia memang tampan, hidungnya
mancung, berperawakan tinggi dan bibirnya yang mungil merah tampak sangat
serasi dengan kulitnya yang putih. Aku ragu laki-laki seperti dia tak
sepantasnya berjualan es campur di pinggir jalan. Hari demi hari Rafa terus
mengajakku ke sini, yang menurutku makin hari memang makin special.
Ya, bagaimana
tidak jika satu hari tak kesini rasanya kangen sama yang jualan, namun hal ini
aku sembunyikan dari Rafa takut dia patah hati.
“Mas es campur 2, seperti biasa
ya?”dia hanya mengangguk sambil tersenyum dan senyum maut itulah yang ku
tunggu-tunggu setiap hari yang membuat hatiku kian dag..dig..dug.
“Silahkan es
nya!!” sapa mas yang menjual. Namun dari arah yang berbeda seperti terasa
diraba seseorang menyelipkan kertas ditanganku.
“Temui aku malam ini di taman ku
tunggu jam 7”. Aku sangat kaget ternyata surat kecil ini dari abang penjual es.
Ku tepati janjiku malam itu, aku bertemu dengannya
di taman.
“Aku tau kadang diam-diam kau memandangku, mungkin kau belum
mengenalku tapi yang pasti ayahmu telah menjodohkan kita” ditengah perbincangan
kami tiba-tiba dia berceletuk begitu. Aku sangat kaget namun sebelum aku sempat
bertanya dia melanjutkan kata-katanya. “Jangan heran mira, aku berjualan es
dikampus mu karena memang ingin melihatmu dan mengawasimu dari jauh, aku baru
lulus dari universitas kedokteran dan tentunya kau telah mengenal baik ayahku.
Pak ridwan bukankah dia dekan fakultasmu?” aku tak menjawabnya hanya mampu ku
teteskan airmata.
Ku peluk erat tubuh calon suamiku, mas Dodi mungkin inilah
yang di ceritakan almarhum ayah. Aku akan menemui jodohku nanti disini di kampus ini, dan pak ridwan adalah orang
terbaik yang pernah ku temui karena beliau sahabat ayah dulu dan telah ku
anggap seperti ayahku sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar