Senin, 03 Februari 2014

SI DODOT LEMOT


Masukkan, hanya berputar melingkar dan terus berputar. Waktu tinggal satu jam, tapi putarannya hanya diam di tempat, tak ada reaksi... jalan pun tidak. Emosi. Kulirik jam tangan yang tak pernah lepas dan selalu melingkar di tangan kiriku, pukul 23.25 WIB.

"Kamu ini kenapa, berapa persen sih otakmu kenapa dari tadi cuma jalan di tempat?"

Makin berang, kuseret selimut yang sedari tadi menunggu dengan penuh kesabaran. Sesabar aku menunggu jalannya, tapi tetap saja merangkak pelan-pelan meskipun iming-iming es krim sudah kutunjukkan. Merasa tak tenang kuintip lagi jalannya dari balik selimut yang sebenarnya membelenggu, masih tetap sama, jalan di tempat dengan gemulai gerakannya.

"Hah... Apa-apaan sih, kenapa suka sekali menggodaku? waktuku hampir habis, jangan hanya berputar mengitari sumbumu. Disini banyak hal baru kalau kau ingin tau, teman pun banyak yang menunggu tapi ayo... Jangan duduk diam begitu?" umpatku.

Bangun lagi, hati tak tenang fikiran gusar. Terbayang mata pak dosen yang melotot tajam, mencari ratusan tugas di perpustakaan sebagai jawaban akhir, sebuah hukuman itu pasti karena hari ini hari terakhir. Marahku tak mempan, umpatanku pun di abaikan pakai jalan lain. Ya... satu-satunya cara, cabut.

Keluar kamar bersungut-sungut, semoga ada tempat yang bagus untuk melatihnya berjalan lagi. Bisa 'berabe' urusannya kalau sampai hari ini tidak kelar, terbayang lagi sorakan teman-teman pasti senang kalau aku dapat hukuman. Masukkan, "connect"... Terhubung!

"Yes, akhirnya... bersahabat juga dirimu?" seringaiku menahan rasa senang. "Oke kawan, ayo jalan?"

Diam? kenapa? ah... Otaknya kumat lagi, tak bisa berfikir dan makin lambat. Kalau begini caranya mungkin besok sudah waktunya kubawa ke museum, diabadikan menjadi pajangan. Di masukkan kotak rapi yang tak tersentuh tangan.

Kuambil sepotong puding dari lemari es, dingin... cukup untuk mengompres kepala yang semakin panas. Berputar... terus berputar, kembali seperti semula dan hanya diam di tempat. Kulirik, ia seperti mengejekku dengan liukannya yang kurasa juga tak 'luwes' malah bikin otak mendidih.

Cukup sudah aku menantimu, kau memang tak tau diri? dua tahun kita bersama tapi tetap saja kau sebodoh saat kita bertemu dulu. Mungkin pertemuan ini pertemuan terakhir kita. Selamat tinggal, tak usah menunggu di akhirat?" dongkolku. Sekarang tak ada ampun, lewat tengah malam.

Cabut, ia menatapku pasrah. Liukan tarian putar-putarnya sudah sama sekali tak menghiburku malah menambah penat otak bebalku. Makin dipaksa makin mengejek, jalan satu-satunya putus saja. Tak ada lagi perjanjian, tak ada lagi pertemuan dan kini ku ucap selamat tinggal.

Lempar ke lemari, "Pletakk!"

"Besok beli lagi, atau jalan satu-satunya ke warnet?" huft, lempar badan ke kasur.

"Glubukk!"

2 komentar:

  1. Emang sebel ya mak kalau lemot.. Apalagi mepet detlen sepeti mau ngunyah laptop aja

    BalasHapus
  2. Hehehe :) betul2 mak, terimakasih apresiasinya mak nunu! :)

    BalasHapus